On this Second Trip with BBC kali ini, kami punya kesempatan pergi ke desire destination (tepatnya my desire destination sich..tq buat BBC yang udah berhasil diracuni untuk menemani), Tana Toraja. Meskipun agak delay-delay sedikit dan agak-agak worry pas boarding karena bareng rombongan “J” akhirnya jam 8 malam waktu setempat kita savely landing di Sultan Hasanuddin yang wow punya. Beneran, Bandaranya hampir mirip-mirip kayak bandara di Thailand tapi tentu aja WCnya teteupppp..(you know what I mean lah).
Sebelumnya kita sudah arrange untuk rent a car dengan pertimbangan karena kita pergi ber – 6 maka biaya yang di keluarkan untuk trip ke Toraja selisihnya ga jauh dengan apabila kita ngeteng. FYI, ada bus umum yang melayani rute UP – Toraja dengan harga tiket Rp.80rb dan bisnya bagus-bagus. Lama perjalanan yang di tempuh adalah kurang lebih 8 jam. Jam 06 pagi kita sudah tiba di Rantepao yaitu kota yang biasanya menjadi center untuk para wisatawan explore tempat wisata di Toraja. As u know bahwa siapapun yang berkeinginan ke Toraja tentunya sudah paham bahwa wisata di sana mostly didominasi untuk pergi ke unique cemetery. That’s why Tana Toraja sudah booming di international dengan funeral ceremonynya ( Rambu Solo’).
Dengan di damping seorang capable guide tour kita starting that day ke Kete Kesu’. Dari pusat kota wisata Rantepao, jaraknya sekitar 4 kilometer, kurang lebih 30 menit. Kete Kesu, seperti sebuah miniature perkampungan Toraja, terletak ditengah areal sawah sehingga menyajikan pemandangan yang ciamik, dengan deretan tongkonan atau rumah adat Toraja. Areanya bersih dan beberapa tongkonan masih di huni. Ada 6 buah tongkonan di Kete Kesu yang sudah berusia puluhan tahun dan kesemuanya menghadap utara dan berhadapan dengan 12 lumbung padi sebagai partner setianya. Beberapa sudah di tumbuhi semak di atapnya. Kete Kesu sendiri berarti pusat kegiatan. Berjalan kira2 100meter ke belakang terdapat kompleks pemakaman (..yeahh..and the tour begin nih..) yang teduh dikelilingi pohon bambu. Ada makam leluhur yang di buat dari semen, tumpukan erong (peti mayat) yang berbentuk perahu, kerbau dan babi yang sudah lapuk dan kusam, serta tentu saja tumpukan tulang belulang. Tapi foto2 di sini juga keren koq (terutama buat Baqi : P) .
Berdasarkan bocoran yang di dapat si Om Jhony, tour guide kita, rupanya ada sebuah desa yang sedang melakukan rangkaian upacara adat Rambu Solo. Ga pake mikir di seruduk gerombolan babi kita segera join. Rambu Solo adalah salah satu upacara adat di Tator yang sampai saat ini masih terus di jaga kelestariannya. Rangkaian upacara ini bisa memakan waktu berhari- hari dan biaya yang tidak sedikit bahkan sampai milyaran rupiah. Oleh sebab itu ada bulan-bulan tertentu untuk melakukan upacara ini, biasanya di bulan Juli dan Agustus banyak pihak keluarga yang baru melakukan upacara Rambu Solo’, mengingat di bulan – bulan itu mungkin banyak libur sehingga sanak saudara dan kerabat yang telah merantau dapat menghadirinya. Dalam upacara ini banyak hewan yang di kurbankan dan semakin banyak hewan yang di kurbankan semakin naik pula status social si penyelanggara pesta. Hewan termahal adalah kerbaudan seorang bangsawan minimal harus mengurbankan 24 ekor kerbau belum lagi babi dan ayam. Itulah mengapa biaya upacara ini sangat mahal, karena satu ekor kerbau apalagi yang memiliki ciri khusus dapat dihargai hingga ratusan juta rupiah.
Sebelumnya kita sudah arrange untuk rent a car dengan pertimbangan karena kita pergi ber – 6 maka biaya yang di keluarkan untuk trip ke Toraja selisihnya ga jauh dengan apabila kita ngeteng. FYI, ada bus umum yang melayani rute UP – Toraja dengan harga tiket Rp.80rb dan bisnya bagus-bagus. Lama perjalanan yang di tempuh adalah kurang lebih 8 jam. Jam 06 pagi kita sudah tiba di Rantepao yaitu kota yang biasanya menjadi center untuk para wisatawan explore tempat wisata di Toraja. As u know bahwa siapapun yang berkeinginan ke Toraja tentunya sudah paham bahwa wisata di sana mostly didominasi untuk pergi ke unique cemetery. That’s why Tana Toraja sudah booming di international dengan funeral ceremonynya ( Rambu Solo’).
Dengan di damping seorang capable guide tour kita starting that day ke Kete Kesu’. Dari pusat kota wisata Rantepao, jaraknya sekitar 4 kilometer, kurang lebih 30 menit. Kete Kesu, seperti sebuah miniature perkampungan Toraja, terletak ditengah areal sawah sehingga menyajikan pemandangan yang ciamik, dengan deretan tongkonan atau rumah adat Toraja. Areanya bersih dan beberapa tongkonan masih di huni. Ada 6 buah tongkonan di Kete Kesu yang sudah berusia puluhan tahun dan kesemuanya menghadap utara dan berhadapan dengan 12 lumbung padi sebagai partner setianya. Beberapa sudah di tumbuhi semak di atapnya. Kete Kesu sendiri berarti pusat kegiatan. Berjalan kira2 100meter ke belakang terdapat kompleks pemakaman (..yeahh..and the tour begin nih..) yang teduh dikelilingi pohon bambu. Ada makam leluhur yang di buat dari semen, tumpukan erong (peti mayat) yang berbentuk perahu, kerbau dan babi yang sudah lapuk dan kusam, serta tentu saja tumpukan tulang belulang. Tapi foto2 di sini juga keren koq (terutama buat Baqi : P) .
Berdasarkan bocoran yang di dapat si Om Jhony, tour guide kita, rupanya ada sebuah desa yang sedang melakukan rangkaian upacara adat Rambu Solo. Ga pake mikir di seruduk gerombolan babi kita segera join. Rambu Solo adalah salah satu upacara adat di Tator yang sampai saat ini masih terus di jaga kelestariannya. Rangkaian upacara ini bisa memakan waktu berhari- hari dan biaya yang tidak sedikit bahkan sampai milyaran rupiah. Oleh sebab itu ada bulan-bulan tertentu untuk melakukan upacara ini, biasanya di bulan Juli dan Agustus banyak pihak keluarga yang baru melakukan upacara Rambu Solo’, mengingat di bulan – bulan itu mungkin banyak libur sehingga sanak saudara dan kerabat yang telah merantau dapat menghadirinya. Dalam upacara ini banyak hewan yang di kurbankan dan semakin banyak hewan yang di kurbankan semakin naik pula status social si penyelanggara pesta. Hewan termahal adalah kerbaudan seorang bangsawan minimal harus mengurbankan 24 ekor kerbau belum lagi babi dan ayam. Itulah mengapa biaya upacara ini sangat mahal, karena satu ekor kerbau apalagi yang memiliki ciri khusus dapat dihargai hingga ratusan juta rupiah.
Masih satu rangkaian dengan upacara tersebut, kita berkesempatan pula menyaksikan adu kerbau atau yang biasa di sebut Mapasilaga Tedong. Acaranya diadakan di sebuah lapangan dan yang nonton banyakkkkkk banget soalnya acara ini emang yang paling di tunggu-tunggu dari awal. Dari tempat adu kerbau ini kita jalan kaki sedikit ada sebuah perkampungan atau apalah yang asri banget dimana di belakang rumahnya itu ada sungainya yang jernih. Trus si tante dan keluarganya yang dirumah itu baik banget..kita di suguhin kopi toraja n biscuit sambil duduk-duduk di tongkonan. What a wonderful evening we have…cant hardly wait for tomorrow…
untuk foto narcisnya ada di sini :P
untuk foto narcisnya ada di sini :P
9 comments:
thank 4 the info..jd pengen cepet2 ke sulsel..
u're welcome
Wah... Jadi pingin ke Toraja nih..
kita hampir diseruudduukk loohh sama kebo buleleboo ituuu..
jiakakakakkaka :p
jadiii kangen lagiii sama trip toraja kitaaaaaa... huhhuhuhuhuhu
ada yg duduk diatas e'e kebo...gue rsa cerita itu akan dibawa sama bule2 yg ketawain gw...dan alkisah cerita sedih gw yg meraung2 karena e'e kebo akan menjadi daya tarik org ke toraja...lebay
saya disana hampir diseruduk aduan kebo
hahhhhhhhhhh
samaaa....kita hampir masuk CNN news lho gara2 di serbu segambreng orang dan 2 ekor kerbau..hahahaha...tapi asikk ya..
hadoooooooh....iya tuh kejadian seru yg tak terlewatkan...yuk mari berjudi
Post a Comment