Thursday, August 13, 2015

Living in Japan

How to survive living in Japan?

It’s something that’s crossed my mind before i moved to Japan to join the photojournalist programme and doing my internship with Japan Travel 




                                                     ( Crossing Shibuya, July 2015)




(Spring Time, March 2016)


Thursday, August 6, 2015

Geopark Ciletuh

(For GetAway!Magazine, July 2015 Issue )
&
( For Nam Air Inflight Magazine - Snapshot, July 2015 Issue)


Kawan saya, seorang ahli geologi, yang bermukim di Eropa tiba-tiba mengutarakan keinginannya untuk mengunjungi Indonesia dan perlu dicatat dia bukan ingin mengunjungi Bali melainkan daerah terpencil yang bernama Ciletuh yang terletak di kecamatan Ciemas, sekitar 30 km disebelah barat daya Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Saya sudah bisa membayangkan berapa lama perjalanan yang akan kami tempuh karena dihadapkan pada persoalan infrastuktur yang belum memadai plus bonus kemacetan terutama di akhir pekan. 

Mungkin sudah lebih dari 10 tahun lalu terakhir saya mengunjungi Ciletuh. Waktu itu ketika masih aktif mengikuti olahraga paralayang dimana mendapat informasi mengenai adanya sebuah bukit di daerah Ciletuh yang sangat ideal untuk dilintasi menggunakan parasut. Kalau dulu kami kenalnya dengan nama Ciemas. Saya ceritakan sedikit kalau kita terbang diatasnya itu seperti sedang melintas di atas amfiteater atau arena pada masa Romawi kuno tempat gladiator bertarung dengan singa. Perbukitan yang melingkupi tiga desa di bawahnya semakin ke belakang semakin tinggi, mirip lingkaran kursi penontonnya.




Satu jam baru saja bergeser dari waktu malam. Setengah mengantuk saya menyeret diri saya sambil  berusaha duduk tegak di dalam land rover. Mengingat akses untuk mecapai tempat tersebut lebih banyak di dominasi jalanan berbatu dan terkadang berlumpur tebal ketika hujan, menggunakan kendaraan 4 wheel seperti landrover merupakan pilihan yang tepat. Tidak perlu khawatir karena sekarang ini ada beberapa operator yang siap mengantarkan kita yang tertarik untuk mengunjungi kawasan wisata itu.



Ya, kawasan wisata. Mungkin itulah yang bisa digambarkan mengenai kawasan Ciletuh sekarang ini.  Desa Ciwaru tempat kami beristirahat setelah berguncang-guncang selama 5 jam dari kota Sukabumi dini hari tadi, dulunya hanya sebuah desa dengan hanya beberapa rumah yang memiliki penerangan. Saya ingat keadaan dimana saya tak sabar menantikan datangnya pagi karena merasa malam sangat lambat bergulir.
Ciletuh masih indah seperti dulu, tentu saja, sekarang menjelma bagaikan kupu-kupu yang baru saja menetas.   Hamparan sawah, beberapa baru saja selesai panen, meninggalkan genangan air di kubiknya, tertimpa sinar matahari pagi yang mengusir sisa kabut semalam dan memantulkan bayangan dinding –dinding bukit hijau disekelilingnya. Belum hanya itu, sebuah air terjun disalah satu dinding bukit melengkapi landscape desa tersebut bagaikan sebuah taman di bumi. Kalau dulu waktu SD saya bisa menggambar pemandangan seperti ini pasti nilai kesenian saya bagus, kata saya dalam hati.  
 






Tentu saja sebutan taman bumi itu juga sesuai bila dikaitkan dengan awal terbentuknya kawasan ini. Kawasan Ciletuh dikenal sebagai wisata geopark (taman bumi). Perlu di ketahui bahwa sebuah kawasan yang dinyatakan sebagai geopark pada dasarnya memadukan tiga keragaman alam, yaitu dari sisi geologi, nilai ilmiah serta konservasinya. Untuk lebih mudahnya adalah kawasan yang memiliki warisan geologi untuk dilestarikan sekaligus dapat diaplikasikan untuk strategi pengembangan ekonomi masyarakat di sekitarnya, misalnya menciptakan lapangan kerja. Biasanya adalah kegiatan pariwisata yang berkelanjutan. 


Objek wisata yang ada di kawasan Ciletuh dikembangkan bersama masyarakat setempat. Beberapa masih susah diakses sehingga kita sudah cukup beruntung apabila bisa mendatangi ke- 5 air terjunnya dari 9 air terjun yang ada di kawasan tersebut. Yang paling terkenal tentu saja Curug Awang karena media sering memuat gambarnya. Salah satu dari tiga buah curug yang berada di aliran sungai Ciletuh ini mempunyai panorama yang sepintas mirip air terjun Niagara terutama di musim hujan walaupun airnya berwarna coklat. Dalam bahasa local curug berarti air terjun. Dua buah curug lain yang sama-sama berada dalam aliran sungai Ciletuh adalah Curug Tengah dan Curug Puncak Manik. Untuk menuju ke Curug Puncak Manik aksesnya lebih sulit lagi karena kita harus melintasi hutan. Tapi semua terbayarkan karena menurut saya ini adalah curug yang paling indah dan lebih berkarakter di bandingkan kedua saudaranya. Dengan dua buah undakan dan jatuh terlebih dahulu ke sebuah kolam kecil sebelum jatuh ke aliran sungai.  








Dari kelima curug yang saya datangi, buat saya yang paling menarik adalah Curug Cimarinjung. Untuk menuju kesana kita akan melalui jalan setapak yang semakin lama berdinding batu. Gemuruh airnya sudah terdengar dari jauh. Kemudian  tiba-tiba jalan menjadi buntu dan terpampang megah di hadapan saya sebuah curahan air di dinding berlapis-lapis batu. Dengan batu-batu besar berwarna merah kecoklatan dan lapisan tanaman bak karpet  hijau yang tebal, tiba-tiba saya seperti berada di Jurassic Park.
Kalau anda tidak mau susah payah trekking, mengunjungi Curug Sodong adalah pilihan tepat. Ini adalah salah satu air terjun yang paling mudah didatangi, bahkan land rover kami bisa parkir tepat di hadapannya dan ikut merasakan cipratan airnya. Uniknya air terjun ini memiliki satu jatuhan air di atas dan  dua  buah jatuhan air di bawahnya dengan cerukan yang menyerupai gua di balik jatuhnya air. 
 


Berbicara mengenai banyaknya air terjun di kawasan Ciletuh tentunya tidak terlepas dari awal keberadaan wilayah tersebut. Kawan saya menjelaskan bahwa sekitar 120 juta tahun yang lalu ketika lempeng bumi mengalami pergerakan, begitu juga jalur gunung berapi termasuk jalur gunung berapi bawah laut. Tidak hanya mengalami pergerakan dengan cara bergeser namun kadang menyebabkan terangkat dan  tenggelam di atas permukaan laut.  Begitupun yang dulu terjadi pada kawasan, yang oleh para ahli geologi, disebut sebagai Plato Jampang yang membentang dari teluk Palabuhanratu di barat sampai Tasikmalaya di Timur. Area Ciletuh terjadi oleh proses tektonik berupa reruntuhan dari Plato Jampang di bagian selatan-tenggaranya, bersamaan dengan banyaknya sungai-sungai yang juga ikut runtuh di dasar sebagai air terjun. Wow, saya demikian terperangah mendengar penjelasannya. Pantas saja dia ingin sekali ke sini.
 








Kalau kita pergi ke Puncak Darma yaitu salah satu bukit tertinggi di kawasan Ciletuh, kita bisa memandang garis pantai panjang yang menyerupai tapal kuda dengan gradasi warna perpaduan air sungai yang coklat dengan Samudera Hindia yang kehijauan dan kemudian menjadi biru.
Tidak semua objek wisata kawasan Ciletuh berada di daratan. Diantar nelayan setempat, hari berikutnya kami menyewa perahu nelayan melintasi teluk Pelabuhan Ratu. Bertolak dari pantai Palapang selain gugusan pulau-pulau kecil terlihat deretan bebatuan volkanik bawah laut yang kini terangkat ke permukaan. Ada beberapa pulau yang nantinya akan dikembangkan untuk daerah wisata, seperti  Pulau Mandra dan Pulau Kunti.
Matahari sore itu memunculkan sinar keemasan, mengurai langit dengan membaurkan warna-warna senja. Saya duduk di dermaga memandang jauh ke arah laut lepas. Kalau kita ingat cerita klasik Hans Christian Andersen, a Little Mermaid, mungkin dermaga dan pantai ini adalah termasuk bagian istananya berjuta- juta tahun yang lalu ketika  berupa palung sedalam 7000 meter.
------- 0000-------



Akses menuju Ciletuh :
·         Yang paling mudah tentu saja menghubungi tour operator yang memang menyediakan paket khusus adventures ke Ciletuh. Pertimbangannya karena mereka menggunakan kendaaran yang appropriate untuk mengexplore wilayah tersebut. Selain kendaraan, mereka sudah mensuplai akomodasi dan makan. Biaya berkisar mulai dari 700rb – 1.200.000/orang/3D2N/orang

·         Detail information
SEKRETARIAT PAPSI
(Paguyuban Alam Pakidulan Sukabumi)
Jl.Tamanjaya No. 09 Rt.01 / Rw.02 Desa Tamanjaya Kecamatan Ciemas Kabupaten Sukabumi,
telp : +6281323341341

·         Opsi kendaraan Umum :
Jakarta – Sukabumi : Bus
Sukabumi-Ciwaru    : Elf