Thursday, February 26, 2015

The Sulfur Miner of Ijen Crater



(For Demotix, The home of World-Leading Photojournalism )





It was 03.30am and I walked along with the miner who carry his empty bamboo basket for another 3 km to reach Ijen’s summit. The road was hard walking and climbing. I have to let my bad leg  to take a rest many time :(
  




 After 1, 5 hours walking ( for sure the miner already left me away behind ) I was welcomed by a breath taking view : the lake resting in the heart of the mountain. Oww... another one kilometer of challenging walking and scrambling from the crown of the volcano to the lake. 




I couldn’t get down because there is a sign warn before about the toxic gas during this rain season. I saw some miners going down. The path is steep, rocky and dangerous. Some of them have masks, others have proper boots. But most didn’t carry the necessary equipment. They disappear right into the smoke. 




One hour later. 



Pak Supri is his name, 31 years old and has been 3 years as a sulfur miner. He must carry loads ranging in weight from 60 to 80 kilograms to the entire 1 kilometers back plus 3 km. For each kilogram of hardened yellow sulfur, the miners get 925 IDR. Some are able to do this trip twice in a day, and only a few are able to make it three times. On the second trip they will get 1000 IDR per kg. 



I follow him back. Sometimes I could hear his coughs, ( who can stand after one hour without sufficient oxygen for breathing down there and moreover the smoke is extremely toxic). Many of the workers suffer terrible injuries on their back and shoulders, he said.




My eyes was watery, for sure not because the smoke.


Bondowoso, February 20, 2015


 


Monday, February 23, 2015

City of Fun & Adventures, Legazpi City

(For Travel Fotografi Magazine, Februari 2015 Issue)


Tentunya kita sering mendengar tentang “Ring of Fire” yaitu daerah yang mengelilingi cekungan Samudera Pasifik, berbentuk tapal kuda dan mencangkup wilayah sepanjang 40.000 km dimana daerah ini biasanya sering mengalami gempa atau letusan gunung berapi. The Philippines atau kita lebih sering menyebutnya dengan Philipina adalah satu negara yang juga terletak dalam lingkaran cincin api tersebut. Tepatnya di Propinsi Albay, berdiri tegak Gunung Mayon, dengan kerucut yang nyaris sempurna dan menjadi salah satu ’10 of the World’s Most Photogenic Volcanoes” yang disejajarkan dengan Gunung Fuji di Jepang dan Mt. Etna di Italy. Merujuk cerita rakyat setempat, Gunung Mayon memiliki arti “Beautiful Lady”.





Hal pertama yang ada di kepala saya tentang Albay adalah tentu saja wilayah Bicol di bagian paling selatan, tepatnya kota Legazpi atau lebih dikenal dengan Legazpi City, dimana di kota ini kemanapun kita bergerak seolah selalu diikuti oleh Gunung Mayon.
Kata Legazpi diambil dari nama seorang colonial Spanyol, Miquel Lopez de Legazpi. Legazpi yang dulu bernama Sawangan merupakan pemukiman di mana sebagian besar penduduknya adalah nelayan. Kota Legazpi banyak menyimpan sejarah hingga kemudian dinyatakan statusnya sebagai kota independent. Setelah perang dunia ke II, Legazpi dipecah menjadi dua bagian oleh koloni Amerika menjadi Legazpi Port dan Albay District. Baru kemudian pada bulan September 1972 Legazpi di tetapkan sebagai kota administrative untuk wilayah Bicol oleh Presiden Ferdinand Marcos. 


Kota Legazpi kemudian berkembang menjadi destinasi yang popular baik bagi warga Philipina sendiri maupun turis manca negara. Disebut sebagai “Queen City of Southern Luzon”, Kota Legazpi menjadi penghubung dalam urusan perekonomian di wilayah Bicol baik itu transportasi maupun perdagangan. Luzon sendiri adalah  kepulauan terbesar di Philipina. Lautan biru yang membatasi sebagian wilayah kota Legazpi dengan landscape pegunungan yang memukau merupakan sebuah spot unik yang tidak dapat ditemui dimanapun.

Seperti pada umumnya warga negara Philipina, kota Legazpi memiliki kurang lebih 183 ribu penduduk dimana mayoritas beragama katholik. Namun kota Legazpi sendiri berkesan religious karena di kota tersebut banyak terdapat bangunan gereja yang sudah berabad-abad usianya.  Salah satunya adalah Gereja Cathedral of Saint Gregory the Great. Orang local mengenalnya sebagai Gereja Cathedral Albay. Awalnya hanyalah sebuah kapel yang terbuat dari kayu yang dibangun pertama kali oleh bangsa Spanyol sekitar tahun 1850-an. Gereja ini pernah mengalami kerusakan berat akibat letusan Gunung Mayon yang kemudian direnovasi pada tahun 1754. The St. Gregory the Great Cathedral menjadi salah satu landmark kota Legazpi karena lokasinya yang mudah diakses dari seluruh penjuru kota. Hampir semua jeepneys (public transportation di Philipine yang menyerupai bemo) melintas di Rizal Avenue tempat lokasi gereja itu berada. Tanpa mengenal waktu gereja ini selalu ramai oleh pengunjung. Tentu saja Gunung Mayon terlihat jelas dari sini terutama ketika cuaca cerah.

Tidak jauh dari gereja cathedral berada terdapat bangunan yang menjadi symbol peringatan akan bahayanya tinggal di daerah yang hanya berada 11 km dari sebuah gunung berapi yang aktif.  Adalah Cagsawa Ruin, sebuah bangunan gereja dari abad ke – 18 yang saat ini hanya menyisakan  sebuah bangunan bel tower  akibat letusan dasyat Gunung Mayon pada bulan Februari 1814.  Kurang lebih 1200 orang terkubur didalamnya bersamaan dengan hilangnya daerah ini karena tertimbun batu dan lava. Gereja ini dibangun oleh sekelompok biarawan yang dikepalai Pastur Francisco Blanco, D.F.M tahun 1724 dengan menggunakan batu coral. Cagsawa Ruins dideklarasikan sebagai National Historical Site oleh pemerintah daerah Daraga dan National Museum of the Phillipines. Walaupun hanya tersisa banguna bell tower tidak pula menyurutkan jumlah pengunjung yang datang membanjiri setiap harinya. Di lokasi ini terdapat pula tempat belanja bagi para turis yang bisa menyaksikan keanggunan Gunung Mayon yang menjulang setinggi 2,462 meter ini sebagai background dari reruntuhan gereja tersebut. Sebuah patung “Jesus Christ, Lord of Divine Mercy” menyambut pengunjung yang ingin melihat keseluruhan taman Cagsawa Ruin.

Berada di atas bukit yang jauh dari keramaian kota, St. Maria Hill, berdiri dengan megah sebuah bangunan gereja yang begitu menarik para turis untuk menyambanginya. Daraga Church atau Our Lady of The Gate Parish Church dibangun pada tahun 1773. Hampir seluruh bangunannya terbuat dari batu vulkanik dengan gaya arsitektur Baroque-Rococo dengan pengaruh Spanyol. Penduduk Cagsawa yang sangat religious dipindahkan kesini setelah letusan Gunung Mayon. Pernah mengalami kerusakan dalam perang dunia ke-2 ketika Jepang menggunakannya sebagai headquarter yang kemudian di rekonstruksi tahun 1973 hanya pada bagian yang rusak  dengan mempertahankan bangunan aslinya. Dari kejauhan Gunung Mayon seolah menjaga dan mengawasi salah satu peninggalan bersejarah yang juga menjadi penjaga penduduk kota Legazpi.

Masih penasaran dimana dapat bersantai dan menikmati kota Legazpi? Embarcadero de Legazpi adalah tempat yang tepat. Tempat ini menjadi kebanggan penduduk Legazpi karena keunikan dan inovasinya. Terletak di jantung kota Legazpi tepat disamping Legazpi water front, Embarcadero de Legazpi dikelilingi Kapuntukan Hill, sebuah bukit yang menyerupai singa yang berbaring atau Sleeping Lion Hill, dengan pemandangan Gunung Mayon yang sempurna. Di lokasi ini selain terdapat pusat perbelanjaan merupakan juga tempat untuk melakukan berbagai activitas olahraga air seperti parasailing, Jet Ski, paddle boat, water jeep bahkan dapat menyewa helicopter untuk berkeliling kota Legazpi dan melihat Gunung Mayon dari dekat. Dari pusat perbelanjaan yang buka hingga tengah malam ini pengunjung dapat menikmati indahnya lampu mercu suar. Disinilah seolah alam bertemu dengan kehidupan urban yang modern. 

Tidak heran jika kemudian Legazpi City mendapat julukan sebagai “City of Fun and Adventures”. Visit Legazpi City and have a glimpse of the majestic Mt. Mayon up close!

Cara Menuju Ke Legazpi City:
Cara tercepat dan paling nyaman untuk menuju ke Legazpi City adalah melalui udara. Legazpi Domestic Airport melayani penerbangan 7 x sehari dari Manila dan sebaliknya. Jarak tempuhnya kurang lebih 40 menit. Bisa juga kita melalui jalur darat yaiutu dengan menggunakan bis yang berangkat dari Manila dengan waktu tempuh 9 – 12 jam. Cara lainnya adalah melalui laut dimana Legazpi Port selain melayani international delivery ship juga diperuntukan bagi penumpang biasa.

Tips Memotret di Legazpi.
1.    Matahari terbit lebih awal dan tenggelam lebih lama. Sekitar pukul 5 pagi sudah agak terang dan orang sudah banyak beraktivitas.
2.    Human interest banyak  ditemui di pagi hari di sekitar Legazpi Boulevard tidak jauh dari pelabuhan
3.    Lensa sudut lebar akan jauh lebih berguna untuk memotret landscape