Sunday, January 5, 2014

Sejuta Pelangi di Belitung Timur


( For Sriwijaya In-Flight Magazine Dec'13 issue)



"Selamat datang di negeri sejuta pelangi" begitu sapaan ramah Uun, kawan saya yang siang itu menjemput saya di bandara Hanandjoedin, Propinsi Bangka Belitung. Saya berpikir dia salah ucap, mungkin maksudnya negeri Laskar Pelangi. Karena wilayah ini belakangan belakangan ramai di bicarakan sejak cerita Laskar Pelangi karya penulis Andrea Hirata, yang berlatar belakang suasana Belitung Timur,  berhasil menarik hati banyak orang.

Mobil yang kami kendarai bergerak ke arah timur. Ya kali ini saya menuju Kabupaten Belitung Timur. Sepanjang jalan terlihat beberapa danau yang menurut Uun itu sebenarnya adalah bekas pertambangan timah. Sejarah Kepulauan Bangka Belitung tentunya tidak lepas dari pertambangan biji timah yang diwariskan sejak jaman penjajahan belanda. Timah merupakan sumber daya alam utama di pulau ini. Besarnya kandungan biji timah di daerah ini merupakan yang terbesar dari beberapa daerah lain di Indonesia. Ada gurauan diantara penduduk setempat mengingat saking kayanya tanah mereka dengan timah mereka rela membongkar rumah tempat tinggal apabila di ketahui tanahnya mengandung timah untuk dijadikan tambang timah.


Kami mampir ke sebuah bekas pertambangan yang dulunya dikelola oleh perusahaan tambang Australia BHP Biliton hingga tahun 1989. Terletak di kecamatan Kelapa Kampit, tempat ini merupakan sebuah bukit yang memiliki potensi cadangan timah yang besar sehingga dibuat sebuah galian menyerupai kawah tepat di puncaknya. Kami memarkir mobil dan berjalan kaki menaiki bukit. Bukit itu sendiri bernama Gunong Kik Karak dan sekarang masyarakat mengenalnya sebagai Open Pit.  Dulunya ini adalah pusat penambangan timah bawah tanah. Di sekeliling kawah terdapat banyak gua buatan manusia tempat dimana batu-batu timah berasal. Saat ini sudah tidak ada lagi kesibukan aktivitas pertambangan dan tempat ini seolah terabaikan namun saya masih menemui beberapa penduduk lokal yang sedang melakukan penambangan secara traditional dengan menggunakan wajan untuk memisahkan timah  dari pasir yang tertinggal. 


1 jam menempuh perjalanan kami tiba di Kecamatan Manggar yang merupakan pusat pemerintahan kabupaten. Jejeran warung kopi di kanan kiri jalan cukup menyita perhatian saya. Tidak salah, rupanya Kota Manggar telah diresmikan oleh pemerintah setempat sebagai Kota 1001 Warung Kopi. Hampir di setiap ruas jalan terdapat beberapa kedai kopi bahkan berdampingan dan uniknya setiap kedai kopi selalu ramai oleh pengunjung. Rupanya di kedai kopi inilah masyarakat Belitung Timur, khususnya kaum lelakinya, bersosialisasi.  Kebiasaan minum kopi ini dijadikan ajang untuk bersosialisasi dan bertukar informasi diantara penduduk yang rata-rata merupakan penambang dan nelayan. Keistimewaan kopi Manggar adalah cara penyajiannya dimana bubuk kopi dimasak bersamaan dengan air dan setelahnya disaring sebelum siap disajikan.

Berhubung perut saya yang mulai keroncongan, Uun mengajak saya mampir ke sebuah warung makan di belakang pasar. Tak lama di hadapan saya sudah terhidang semangkok sop ikan dengan kuah berwarna kuning. Ini adalah makanan paling rekomended se - Belitung, namanya Gangan. Kuahnya yang berwarna kuning berasal dari kunyit. Rasanya pedas manis dan di beri tambahan nanas untuk menambah rasa asam supaya lebih segar. Ikannya yang biasa digunakan adalah ikan Ketarap , sejenis ikan Napoleon, sehingga biasa juga disebut Gangan Ketarap dan tentu saja ikan yang masih segar mengingat di Belitung adalah surganya buat pecinta seafood.


Puas menyantap Gangan, kami melanjutkan perjalanan menyusuri kota. Udara cukup panas namun deretan pepohonan di kanan kiri rumah penduduk membuat suasana tampak sejuk. Mobil yang kami kendarai berhenti di pinggir pantai, tidak jauh dari pasar. Tidak ada batu- batu besar seperti typical pantai- pantai di  Belitung namun garis pantai yang panjang membuat leluasa melepas pandangan ke segala penjuru. Hamparan pasir putih yang lembut bersanding dengan gradasi air laut  yang berwarna hijau muda sampai biru tua. Tampak beberapa perahu nelayan traditional bersandar di salah satu sudut pantai. Adanya jejeran pohon pinus disepanjang pantai membuat suasana menjadi teduh. Pantai Serdang atau yang biasa disingkat Panser oleh penduduk setempat merupakan pantai yang paling banyak di kunjungi karena letaknya yang berada di tengah kota. Uun juga mengajak saya ke pantai dimana dulunya merupakan tempat pengisisan bahan bakar kapal- kapal yang membawa hasil tambang ke luar Belitung, Pantai Olie Pier. Sebuah jembatan yang terlihat sudah lapuk sepanjang 500m menjorok ke laut. Pantai ini letaknya tersembunyi di balik semak- semak dengan air yang biru dan ombak yang yang begitu tenang.


Seperti mengerti rasa penasaran saya dengan pantai berbatu besar kami berbalik arah memacu kendaraan menuju kecamatan Damar. Sebuah objek wisata pantai yang terletak di lereng bukit dengan kontur pantai yang unik dengan tidak banyaknya pasir melainkan  di penuhi bebatuan.  Untuk sampai ke pantainya kami  melalui jalan yang sudah di bangun dari semen.  Bebatuan granit berserakan mulai dari yang kecil sampai yang besar. Satu arah dengan pantai ini  terdapat pantai lain yang tidak kalah indahnya yaitu Pantai Burong Mandi dengan pasir putihnya yang lembut membentang disepanjang garis pantai.

Keragaman budaya juga tampak mewarnai objek wisata yang ada di Belitung Timur. Terletak tidak jauh dari pantai Burong Mandi terdapat sebuah tempat ibadat umat Buddha yaitu Vihara Dewi Kwan Im yang berdiri sejak tahun 1747. Dengan kontur tanah yang berbukit pengunjung dapat  mencapai ruang utama tempat beribadah dengan menaiki anak tangga. Selain benda-benda yang digunakan untuk beribadah, didalamnya terdapat patung Buddha yang terletak di altar dan lukisan Dewi Kwan Im. Dari teras vihara inilah kita bisa menikmati pemandangan yang mengarah ke Pantai Burong Mandi.


Belitung Timur tidak hanya kaya dengan potensi alamnya namun juga budayanya. Belakangan ini banyak tradisi yang memperlihatkan kebersamaan di masyarakat yang tidak lagi terdengar gaungnya. Tidak demikian di Belitung Timur. Siang ini kebetulan saya mendapat kesempatan untuk mengikuti tradisi Bedulang atau makan bersama. Makan Bedulang adalah tradisi menyantap makanan yang lauknya disediakan dalam wadah yang diletakan dalam nampan yang dititup dengan tudung saji. Uniknya adalah setiap  4 orang duduk mengelilingi masing- masing nampan yang didalamnya berisi piring kecil tempat masing-masing lauk di hidangkan. Tradisi ini melambangkan kehidupan bergotong royong masyarakat Belitung dan biasanya dilakukan apabila ada anggota keluarga yang akan menikah.


Kekayaan budaya di Belitung Timur kini juga menjadi aset pariwisata untuk menarik wisatawan. Salah satunya adalah kesenian dan atraksi budaya. Beripat Beregong adalah salah satu permainan ketangkasan yang masih di gemari oleh masyarakat Belitung. Permainan ini dilakukan oleh dua orang pria dengan menggunakan sebuah rotan khusus. Masing-masing pemain mengandalkan keahlian menangkis dan memukul punggung lawan. Untuk menentukan pemenangnya dilihat dari sedikitnya nya luka akibat sabetan rotan. Sebelum permainan dimulai, setiap pemain menarikan tarian yang disebut 'Nigal' untuk mencari lawan tanding diiringi musik yangdimainkan dengan alat traditional kelinang ( gamelan & gong) serta serunai. Musik tersebut dimainkan diatas sebuah panggung yang disebut  Balai Paregongan.

Sambil menikmati seporsi  Mie Belitung, mie kuning yang di siram kuah udang dan ditaburi bakwan udang, irisan timun, potongan kentang rebus, taoge dan emping, Uun mengatakan kalau saja saya berkunjung pada musim kemarau panjang mungkin saya bisa menyaksikan tradisi unik masyarakat Belitung yaitu Nirok Nanggok. Tradisi adalah menangkap ikan secara masal  disungai yang airnya surut dengan menggunakan alat berupa "tirok dan tanggok". Tirok adalah semacam tongkat kayu yang dibagian pangkalnya dipasang mata tombak sedangkan Tanggok adalah semacam raga yang terbuat dari rotan yang dijalin. Ini termasuk acara yang bersifat sakral karena harus melalyui tahap- tahap dan peraturan yang tidak boleh dilanggar. Biasanya dipimpin oleh seorang dukun. Mudah-mudahan lain kali saya bisa mendapatkan kesempatan kembali ke Belitung Timur.


Belitung Timur mungkin belum sepopuler saudaranya Belitung Barat yang terkenal karena banyak  memiliki pantai  berbatu besar ( granit). Namun alamnya menawarkan kemilau warna yang tidak kalah menariknya ditambah keragaman seni budaya yang ada.  Wilayah yang baru  10 tahun menjadi kabupaten ini masih tergolong sangat muda dan masih banyak perlu berbenah diri mengembangkan, mempromosikan dan menjaga potensi keindahan alamnya yang beraneka macam mulai dari landskap hingga budayanya yang beraneka ragam. Seperti yang Uun katakan, sejuta pelangi memang ada di Belitung Timur. 

No comments: